BARBARETO – Dalam beberapa minggu terakhir terjadi polemik di tengah masyarakat Lombok Timur terkait dengan kabar pemberian persetujuan lokasi di 30 titik wilayah yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Lombok Timur kepada PT. Sumber Alfamart Trijaya.
Ada beberapa pihak yang menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap pemberian izin ini karena dikhawatirkan akan mematikan usaha masyarakat terutama ritel-ritel tradisional seperti kios dan toko kelontong. Namun, terdapat pihak lainnya yang melihat bahwa keberadaan ritel modern yang beroperasi di Lombok Timur membuktikan perekonomian daerah yang sedang tumbuh dan membuktikan bahwa iklim investasi di Lombok Timur yang semakin kondusif.
Ritel (retail) adalah salah satu cara pemasaran produk meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Begitulah terjemahan bebas dari kata ritel versi Wikipedia.
Namun dinamika yang berkaitan dengan ritel tidak sesederhana definisi dari ritel itu sendiri. Mulai dari perkembangan ritel modern di Lombok Timur yang cukup cepat, kelangsungan hidup ritel tradisional seperti toko kelontong dan kios milik masyarakat yang mulai dipertanyakan, serta regulasi dan implementasi dari peraturan daerah Lombok Timur.
Pertanyaannya adalah sejauh mana syarat-syarat yang ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur dipenuhi oleh pelaku usaha ritel modern serta apakah pola kemitraan dengan pelau UMKM di sekitar lokasi telah terakomodir, kemudian apakah perkembangan ritel modern mengganggu kelangsungan usaha toko/kios kelontong masyarakat? Apakah regulasi yang mengatur tentang ritel sudah tepat? Apakah implementasi dari peraturan ritel sudah sesuai dengan peraturan ritel?.
Dampak Perkembangan Ritel Modern Terhadap Perekonomian Lombok Timur
Investasi di daerah diyakini memiliki kontribusi didalam suatu pembangunan ekonomi daerah. Investasi juga berperan dalam komponen pendapatan daerah dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi daerah juga dapat dilihat seberapa besar nilai investasi yang dihasilkan. Data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Nusa Tenggara Barat menyebutkan hingga kuartal III tahun 2019 realisasi investasi di Kabupaten Lombok Timur sebesar Rp74 Miliyar lebih yang terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp54,5 Miliyar dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp19,8 Miliyar.
Kegiatan investasi di daerah ini tentunya berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dimana, pertumbuhan ekonomi Lombok Timur tahun 2019 mencapai 4,48 persen, meningkat dari tahun 2018 yang mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 3,36 persen. Untuk itu, semakin mudah kegiatan investasi maka, semakin banyak kegiatan investasi yang dilakukan dan akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan daerah.
Perkembangan ritel modern di Lombok Timur saat ini mencerminkan kemudahan investasi yang terjadi. Saat ini keberadaan ritel modern bagaikan tumbuhnya jamur di musim hujan. Ritel modern tidak hanya ditemukan di jalan-jalan arteri atau sudut jalan utama di Lombok Timur namun, usaha ini telah merambah hingga ke wilayah pedesaan. Sebagian besar ritel modern ada yang dimiliki oleh pengusaha lokal dan sebagian lagi merupakan frenchise waralaba, bahkan ritel-ritel tradisional yang merupakan binaan dari perusahaan besar nasional.
Ritel sendiri sebenarnya mata rantai dalam proses distribusi barang dan menjadi mata rantai terakhir dalam suatu proses distribusi. Melalui ritel, suatu produk dapat bertemu langsung dengan penggunanya. Industri ritel di sini didefinisikan sebagai industri yang menjual produk dan jasa pelayanan yang telah diberi nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, kelompok, atau pemakai akhir. Produk yang dijual kebanyakan adalah pemenuhan dari kebutuhan rumah tangga termasuk sembilan bahan pokok.
Kehadiran ritel modern khususnya minimarket franchise di Lombok Timur boleh dikatakan belum terlalu lama. Hal ini karena keran investasi yang dibuka untuk jenis usaha ritel ini baru ada sejak tahun 2014 yang disebabkan oleh kebijakan Bupati Lombok Timur periode 2008-2013 yang melarang adanya jaringan ritel ini beroperasi karena dikhawatirkan mematikan usaha pedagang kecil. Seiring dengan pergantian pimpinan daerah maka, kebijakan yang diterapkan juga ikut berubah sehingga, mulai muncul keberadaan ritel modern yang terus melakukan ekspansi usahanya hingga saat ini.
Hingga Desember 2018 telah muncul 45 gerai minimarket franchise yang tersebar di 21 Kecamatan di Lombok Timur. Jumlah ini mengalami peningkatan di tahun 2019 dimana, jumlah ritel modern yang telah mengantongi izin sebanyak 52 gerai yang terdiri dari 24 Alfamart dan 28 Indomaret. Apabila melihat dari sisi perekonomian daerah, kontribusi ritel secara umum pada pembentukan struktur ekonomi Lombok Timur cukup besar.
Dalam 5 (lima) tahun terakhir kontribusi sektor ini terus meningkat seperti terlihat dalam gambar berikut.
Selain itu, keberadaan ritel modern memberikan gambaran tentang iklim investasi yang terbuka lebar dan berpengaruh positif terhadap pengurangan angka pengangguran pengangguran. Menurut data BPS pada tahun 2019 dari total 844.938 penduduk Lombok Timur usia 15 tahun ke atas yang bekerja terdapat 20,65 persen atau 174.480 ribu tenaga kerja yang bekerja dan terserap pada sektor ini. Angka ini menempati posisi kedua setelah sektor pertanian yang menampung 295.221 ribu tenaga kerja usia di atas 15 tahun.
Kemunculan ritel modern juga dipengaruhi oleh adanya pergeseran pola belanja konsumen. Dewasa ini, makin banyak konsumen yang tergiur untuk mencoba bahkan beralih berbelanja ke ritel modern. Alasannya, ritel modern menawarkan kenyamanan berbelanja yang tidak didapatkan konsumen di ritel tradisional, misalnya kebersihan dan beragam promosi yang ditawarkan.
Namun, didalam ekonomi sangat mustahil untuk menemukan keseimbangan. Pertumbuhan ekonomi Lombok Timur yang positif dan ditandai dengan geliat perdagangan yang terus meningkat pada akhirnya akan menimbulkan persaingan di tengah-tengah kondisi keberadaan konsumen yang tetap. Secara faktual, ritel tidak hanya membawa peluang tetapi juga ancaman. Menjamurnya pasar modern yang bergerak di bidang ritel, seperti supermarket dan minimarket modern yang telah merambah ke perkampungan dan desa, dikhawatirkan menjadi ancaman serius bagi keberadaan ritel tradisional tradisional.
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur bukannya tinggal diam saja melihat fenomena ini. Bahkan melalui Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Rakyat Serta Penataan Pusat Perbelanjaan Dan Toko Swalayan telah memberikan panduan yang harus ditaati oleh pengusaha ritel modern dalam melakukan bisnisnya di daerah ini seperti pola kemitraan dengan pelaku UMKM, jarak serta zonasi, dan lain sebagainya.
Dampak Ritel Modern Terhadap Usaha Kecil di Lombok Timur
Keberadaan ekonomi kerakyatan yang ada di Kabupaten Lombok Timur melalui pasar-pasar tradisional, warung-warung rakyat, kuliner rakyat, usaha kerajinan atau UMKM di pinggir-pinggir desa atau kampung dan usaha lain yang menyertakan rakyat sebagai stakeholder, sepertinya akan semakin mendapatkan pesaing berat dari gerai-gerai atau toko atau ritel modern seperti Indomart dan Alfamart.
Keberadaan ritel modern yang saat ini tidak hanya ditemukan di sudut-sudut jalan utama melainkan telah banyak merambah hingga ke sudut-sudut desa telah menyebabkan perubahan yaitu pada perilaku belanja masyarakat. Perilaku ini disebabkan karena mindset masyarakat sekarang telah terpola bahwa berbelanja di ritel modern merupakan suatu gengsi tersendiri. Apalagi keberadaan ritel modern yang dikelola secara profesional telah “memanjakan” masyarakat sebagai konsumen melalui berbagai fasilitas kemudahan yang tersedia seperti, ruangan yang sejuk ber ”AC” dan wangi, dilengkapi mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Kemudahan, kenyamanan, tersedianya berbagai fasilitas, dan perbedaan harga menjadi alasan bagi masyarakat untuk memilih berbelanja di pasar modern. Sehingga, tanpa disadari masyarakat mereka lebih memilih berbelanja kebutuhan sehari-hari di gerai ritel modern yang ada dibandingkan berbelanja di ritel-ritel tradisional yang lebih dulu eksis di dekitar lingkungan masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur bukannya tidak melihat fenomena ini karena, upaya-upaya memberikan perlindungan dan pemberdayaan bagi pedagang kecil telah dilakukan yaitu melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Dan Pemberdayaan Pasar Rakyat Serta Penataan Pusat Perbelanjaan Dan Toko Swalayan.
Didalam Perda tersebut ada upaya perlindungan, pemberdayaan, serta pola kemitraan yang harus dilaksanakan oleh ritel modern yang beroperasi di seluruh wilayah Lombok TImur. Yang didalamnya terdapat berbagai Satuan Perangkat Kerja Dinas (SKPD) memiliki kewenangan dan tugas untuk melaksanakan Perda 3/2019 ini. Sesuai dengan amanat dari UU. No.23 Tahun 2014, dimana pemerintah daerah berkewajiban untuk melaksanakan berbagai Perundang-undangan yang dihasilkan.
Kebijakan Pemkab Lotim dalam iklim usaha dengan memberikan izin kepada berbagai ritel modern untuk beroperasi di Lotim juga harus dibarengi dengan upaya perlindungan. Untuk itu, melalui Peraturan Dearah (Perda) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Dan Pemberdayaan Pasar Rakyat Serta Penataan Pusat Perbelanjaan Dan Toko Swalayan bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi keberlangsungan usaha masyarakat dan sebagai upaya pemberdayaan bagi pelaku usaha kecil agar mampu bersaing, maju, dan mandiri.
Adapun beberapa upaya pemberdayaan dan perlindungan bagi pedagang kecil tercantum dalam Pasal 32 yang berbunyi :
- Pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- Memperhitungkan kondisi ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasar Rakyat, toko eceran tradisional, usaha kecil, dan usaha menengah yang ada di suatu wilayah;
- Memperhatikan jumlah dan jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan dengan Pasar Rakyat atau toko eceran tradisional yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1 );
- Menyediakan areal parkir dengan luas paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 m 2 (enam puluh meter persegi) dari luas lantai penjualan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern; dan
- Menyediakan fasilitas yang menjamin Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan yang bersih, sehat, aman, tertib dan ruang publik yang nyaman.
- Ketentuan mengenai jarak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikecualikan bagi Pusat Perbelanjaan yang terintegrasi.
- Penyediaan areal parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf c dapat dilakukan berdasarkan kerja sama antara pengelola Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan dengan pihak lain.
Didalam Pasal 32 Perda Lotim No.3/2019 poin a dan b jelas bahwa pendirian ritel modern harus memperhatikan kewajiban terkait dengan kondisi ekonomi masyarakat dan tetap memperhatikan jarak lokasi. Namun, implementasi di lapangan ternyata sebagian besar ritel modern tidak memperhatikan hal tersebut.
Masih ditemukannya antara satu ritel modern dengan kompetitornya tidak memiliki jarak pada lokasi pendiriannya atau bahkan hanya dibatasi oleh jarak jalan raya saja. Belum lagi agresivitas ritel modern dalam mengembangkan usahanya telah merambah hingga ke wilayah pedesaan bahkan berada di dekat pasar tradisional.
Kalau merujuk pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern Pasal 5 menyebutkan Minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan.
Kemudian terkait dengan pemberdayaan pemerintah kabupaten lombok timur melalui Pasal 37 Perda Lotim No.3/19 telah memberikan gambaran terkait dengan aspek kemitraan yang dapat diukur dari manfaat kemitraan bagi semua sektor yang meliputi: (a) Menyediakan mekanisme kemitraan; (b) Menggalang lebih banyak sumberdaya; (c) Memastikan tumbuhnya kesadaran yang lebih dalam; (d) Menciptakan jejaring kontak yang dinamis; dan (e) Mengubah konflik menjadi kerjasama.
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah keberhasilan dalam upaya pengentasan kemiskinan. Menurut data BPS dalam 5 tahun terakhir (periode 2015-2019) jumlah penduduk miskin di Lombok Timur terus mengalami penurunan. Tahun 2019 jumlah penduduk miskin adalah sebesar 16,15 persen atau 193.559 ribu jiwa lebih kecil dari tahun 2015 yang mencapai 19,40 persen atau 222.190 ribu jiwa (BPS Lotim, 2020).
Kondisi ini tentunya menjadi pertimbangan dan mempengaruhi keputusan dari jaringan industri ritel modern sehingga, ekspansi bisnis yang dilakukan telah menjangkau hingga ke pelosok desa. (b) memberdayakan Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pedagang, serta Pasar Rakyat agar mampu berkembang, bersaing, maju, dan mandiri; (d) meminimalisir timbulnya persaingan yang saling mematikan antara Pelaku Usaha, terutama bagi keberlangsungan Pasar Rakyat, usaha kecil, dan mikro; (e) menjamin terselenggaranya kemitraan antara Pelaku Usaha Pasar Rakyat dengan Pelaku Usaha Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan berdasarkan prinsip kesamaan dan keadilan dalam menjalankan usaha di bidang perdagangan.