barbareto.com | Denpasar – Blengbong secara naluriah dan kondisi alam merupakan suatu keadaan di tengah laut dengan suasana awan yang gelap, dengan tiupan angin kencang dan badai. Terdapat dua pilihan jika seseorang berada dalam kondisi seperti saat ini, akankah terus berlanjut ke dalam ataukah kembali ke tepi laut. Jika pilihan terus maju, maka setelah badai selanjutnya akan muncul sekelompok ikan yang sedang mencari makan akibat pengaruh badai yang sebelumnya bertiup di atas laut.
Namun jika dari fenomena alam yang unik sekaligus puitik, dalam konteks kepenyairan, blengbong bisa mengacu pada kegelisahan batin sang penyair saat melahirkan karya-karya kreatifnya.
Pergulatan pikiran dan perasaan bagaikan menghadapi blengbong yang pada akhirnya menyublim menjadi pencerahan. Dalam konteks kawah candradimuka kesusastraan yang dibangun Umbu Landu Paranggi, blengbong adalah simbol dari pergulatan dan pergumulan kreatif, dari pos pawai hingga menembus pos budaya.
Hal ini serupa dengan para seniman modern khususnya puisi yang dari zaman dahulunya hanya dianggap bahwa seni puisi adalah penghuni ruang sunyi. Namun berbeda dengan saat ini, seniman non-tradisi mendapat perhatian dari pemerintah, salah satunya disiapkannya pusat kebudayaan Bali, yang nantinya sebagai tempat untuk mengekspresikan kemampuan dalam berkesenian baik modern ataupun tradisional.
Hal ini dikatakan seniman multitalenta Ny Putri Suastini Koster saat acara peluncuran Buku Blengbong Sajak Sajak Penyair Pos Budaya, yang dirangkai dengan penutupan Pameran Bali Bangkit Jilid II, di Gedung Kriya Art Center, Denpasar, Selasa (25/5).
Buku blengbong hadir karena rasa cinta kepada Umbu Landu Paranggi, di mana ia merupakan seniman puisi yang fokus dan konsen dan dikenal dengan karya-karyanya yang melegenda serta dikagumi banyak kalangan.
“Jangan teladani beliau hanya pada puisinya saja, namun lihat kepribadian beliau yang rendah hati, fokus sebagai perekat. Mari kita selami ilmu pengetahuan itu ke tujuh lapisan bumi ke bawah tetapi tahan diri kita jangan sampai melambung ke langit ke tujuh, rendah hatilah kita dan biarkan orang lain yang menilai,” ujar Ny Putri Koster di sela-sela sambutannya.
Ny Putri Koster menambahkan, “Tugas kita saat ini hanya bekerja, lalu melahirkan seniman muda yang berkualitas dengan karya yang melambung tinggi. Marilah bagi kita yang masih bisa berkarya, untuk dapat menjaga harta tak benda berupa seni, tradisi serta budaya untuk berkreativitas dan berkreasi yang tidak keluar dari koridor.”
Dengan memulai dari hal kecil sehingga mampu mendukung hal besar, maka melakukan hal kecil dengan cinta yang besar, sehingga mampu menghasilkan karya besar untuk menjaga warisan leluhur.
“Dengan diluncurkannya buku ini, diharapkan dapat membadaikan gairah para seniman untuk berkreasi dalam memberi motivasi dan kekuatan serta mampu menyehatkan pikiran dan hati,” katanya.
Peluncuran buku Blengbong Sajak Sajak Penyair Pos Budaya yang disusun oleh Ketut Syahruwardi Abbas, GM Sukawidana dan Wayan Jengki Sunarta ini, juga diisi dengan sejumlah pertunjukan pembacaan puisi karya Umbu Landu Paranggi.
Buku yang merupakan persembahan untuk sang guru (Umbu Landu Paranggi) terdiri tiga ratus empat belas (314) sajak puisi dari penyair pos budaya. Pada kesempatan ini Ny Putri Koster dan sejumlah undangan juga menyempatkan diri mengunjungi pameran sketsa rupa I Nyoman Wirata, di Gedung Kriya, Taman Budaya Bali. (anas)