barbareto.com | Opini – Pada saat ini, kepemimpinan Sukiman-Rumaksi sudah memasuki setengah periode masa pemerintahannya. Masa bakti pemerintahan Sukiman-Rumaksi akan berakhir pada tahun 2023 nanti. Tentunya masih banyak pekerjaan rumah yang tersisa yang akan menjadi tantangan bagi para suksesor mereka ke depannya.
Tidak dapat dipungkiri memang sudah banyak capaian program pembangunan yang menunjukkan hasil positif. Keberhasilan pembangunan Lombok Timur dapat terlihat dalam dua tahun belakangan ini dimana tingkat pertumbuhan ekonomi Lombok Timur merupakan yang tertinggi di Nusa Tenggara Barat (NTB), walaupun pertumbuhan itu masih minus. Pada tahun 2020 angka pertumbuhan ekonomi Lombok Timur minus 3,2 persen.
Terkait dengan masa kepemimpinan Sukiman-Rumaksi yang akan akan datang, menarik apabila kita mengetahui sejauh mana visi misi yang lalu bisa dijalankan terutama yang terkait dengan pembangunan sector pertanian. Sektor pertanian menjadi menarik mengingat 54 persen dari total jumlah penduduk Lombok Timur (1,2 juta jiwa) menggantungkan hidup dari sektor pertanian.
Ditambah lagi dengan kondisi angka kemiskinan di Lombok Timur yang menurut data BPS pada bulan maret 2020 menyatakan bahwa penduduk miskin Lombok Timur sebesar 15,24 persen atau 170.000 orang. Dimana penduduk Lombok Timur yang sangat rentan akan kemiskinan adalah yang bermata pencaharian sebagai petani karena sektor pertanian di Lombok Timur merupakan usaha yang tidak ada kepastiannya, hal ini karena sistem pertanian Lombok Timur lebih banyak bertumpu pada pertanian dengan mengandalkan cuaca dan alam.
Visi misi yang disodorkan kepada masyarakat Lombok Timur oleh Sukiman-Rumaksi yang akan datang tentunya tidaklah gampang untuk dijabarkan dalam bentuk kebijakan absolut karena pada dasarnya formulasi kebijakan didasarkan pada berbagai pertimbangan baik politik, sosial-ekonomi, institusi, lingkungan, sumber daya, tingkat kelayakan, di samping faktor-faktor teknis. Dari berbagai pertimbangan tersebut yang akan menghambat pembangunan pertanian di Lombok Timur tentunya berasal dari pertimbangan politik. Membuat kebijakan pertanian kerap kali sulit melepaskan diri dari berbagai kontroversi. Kentalnya warna politik dalam berbagai kebijakan tampaknya menyulitkan perbaikan sektor potensial perekonomian daerah ini.
Visi pembangunan daerah Kabupaten Lombok Timur untuk periode RPJMD 2018-2023 sesuai dengan visi kepala daerah terpilih, adalah sebagai berikut: “LOMBOK TIMUR YANG ADIL, SEJAHTERA DAN AMAN” untuk pertanian tertuang dalam misi nomor 3 yaitu Menumbuh kembangkan perekonomian masyarakat yang bertumpu pada pengembangan potensi lokal melalui sinergi fungsi-fungsi pertanian, peternakan, perdagangan, perikanan, kelautan, pariwisata dan sumberdaya lainnya.
Ada salah satu ide dan gagasan kontroversial yang dikeluarkan oleh Wakil Bupati Lombok Timur terkait dengan kebijakan pembangunan pertanian khususnya peternakan sapi. Walaupun hal ini, wakil bupati lebih menonjolkan sebagai ketua sebuah organisasi Himpunan Kerukanan Tani Indonesia (HKTI). Namun, masyarakat tidak akan bisa memisahkan kebijakan tersebut sebagai ketua organisasi atau sebagai Wakil Bupati.
Kebijakan 10 juta sapi sudah di sosialisasikan secara masiv keseluruh pelosok Lombok Timur. Kenapa sapi?.
Masyarakat Lombok Timur adalah masyarakat yang berperadaban beternak, khususnya sapi. Selain itu, kondisi alam Lombok Timur cocok untuk bebagai jenis sapi. Mulai dari ras Bali, Hissar, Simental, Brangus, limousine, Frisian Holstein dan sapi-sapi hasil persilangan. Kondisi tersebut merupakan potensi luar biasa untuk dikembangkan menjadi komoditas unggulan daerah berbasis sumberdaya local serta menjadi upaya meningkatkan ketahanan pangan dan kualitas sumber daya manusia. Prospek pegembangan sapi di Lombok Timur sangat menjanjikan, ditunjang populasi yang besar, ketersediaan lahan dan pakan ternak, budaya masyarakat, dan potensi pasar yang masih terbuka, baik pasar local maupun luar daerah. Peran strategis peternakan sapi dalam pembangunan ekonomi Lombok Timur khususnya di pedesaan bisa terlihat dari sejumlah indicator, yaitu:
- Sebagai sumber pendapatan sebagian masyarakat pedesaan
- Sebagai sumber tabungan masayarakat
- Sebagai penyedia protein hewani untuk kesehatan, kecerdasan, dan pencegahan gizi buruk
- Sebagai penyedia lapangan kerja dan lapangan usaha masyarakat
- Sebagai sarana pelestarian lingkungan berupa sumber energi gas bio dan pupuk organik
- Sebagai penghasil bahan baku industri pengolahan atau industri rakyat
- Sebagai penyumbang PDRB sebesar 14.27persen dari sektor pertanian dan sebagai sumber PAD
Di Nusa Tenggara Barat maupun secara Nasional, posisi Lombok Timur sebagai daerah peternak sapi tidak bisa diremehkan. Lombok Timur merupakan salah satu daerah sumber ternak bibit dan ternak potong naional. Setiap tahunnya Lombok Timur memberikan kontribusi sebagai penyedia bibit sapi mencapai 12 ribu ekor untuk 14 provinsi di Indonesia. Dukungan Lombok Timur terhadap Program Percepatan Swasembada Daging Sapi (P2SDS) Nasional juga sangat besar, mencapai 19.728 ekor pertahun.
Sebagai daerah peternak sapi, Lombok Timur memiliki daya saing komparatif secara nasional: (1) populasi sapinya termasuk penyumbang sapi nasional, (2) ternak sapi sebagai modal sosial yang turun temurun dan melekat di masyarakat, (3) kondisi geografi Lombok Timur cocok untuk pengembangan peternakan sapi, (4) tempat pemurnian sapi Bali Nasional, (5) daya dukung SDA cukup tersedia, (6) bebas berbagai penyakit hewan menular strategis, (7) daerah surplus sapi, (8) sumber ternak bibit dan ternak potong nasional.
Isu yang menarik, yang terjadi beberapa minggu ini yaitu banyak peternak sangat kecewa dengan program 10 juta sapi yang sudah dijanjikan oleh pemerintah daerah melalui HKTI ini. banyak masyarakat mulai merusak kandangnya karena sampai saat ini sapi yang dijanjikan belum juga menjadi kenyataan.
Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Kemana pemerintah daerah dalam hal ini wakil bupati Lombok Timur sebagai ujung tombak program ini?.
kita sebagai masyarakat akan menunggu dan menunggu realisasinya. Karena masyarakat tidak mau tau bagaimana sumber pendanaan program ini. Apakah bersumber dari APBN, APBD ataupun kerjasama dengan swasta atau luar negeri. Masyarakat hanya menginginkan kepastian sebuah program. Semoga program-program kedepannya tidak hanya menjadi ajang politik semata sehingga masyarakat yang selalu menjadi korbannya.